Kamis, 11 September 2014

Pengaruh Program Dunia Remajaku Seru Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivistik dan Pengetahuan Biologi terhadap Tingkat Pemahaman Siswa tentang Seks.

Oleh : Noormasri Karyawan
Kata Kunci : program dunia remajaku seru, pengetahuan biologi, model pembelajaran partisipatif, model pembelajaran konstruktivistik, pemahaman tentang seks.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh program dunia remajaku seru yang diajarkan dengan model pembelajaran konstruktivistik pada siswa yang telah memiliki pengetahuan biologi terhadap pemahaman siswa tentang seks. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X semester 2 SMAN 1 Kota Jambi. Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa tentang seks adalah 30 butir soal yang telah melalui proses validasi, serta penggunaan modul kesehatan reproduksi remaja berbasis web yang selanjutnya disebut program dunia remajaku seru dengan model pembelajaran partisipatif dan konstruktivistik. Rancangan penelitian menggunakan rancangan eksperimen faktorial (2x2). Seluruh data dianalisis dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan software SPSS versi 19.0 (Statistical Package for the Social Science). Berdasarkan hasil analisis di dapat Fhitung untuk factor  atau model pembelajaran adalah 0,286 dengan probabilitas 0,595 (p > 0,05), hal ini berarti Ho diterima artinya pemahaman siswa tentang seks pada program dunia remajaku seru yang diajarkan dengan model pembelajaran konstruktivistik sama bila dibandingkan model pembelajaran partisipatif. Fhitung untuk factor b atau tingkat pengetahuan Biologi adalah 0,513 dengan probabilitas 5,673 dengan probabilitas 0,020 (p < 0,05), ini berarti Ho ditolak artinya tingkat pengetahuan biologi kedua kelas penelitian ini berbeda. Hasil perhitungan nilai turkey menginteprestasikan terdapat nilai 0 maka Ho diterima. Ini berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran partisipatif dan memiliki pengetahuan Biologi tinggi dengan siswa yang diajar dengan model pembelajarn konstruktivistik yang memiliki pengetahuan biologi tinggi. Hasil perhitungan nilai turkey menginterprestasikan terdapat nilai 0 ini berarti terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran partisipatif dan memiliki pengetahuan biologi rendah dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konstrukticistik yang memiliki pengetahuan biologi rendah. Dari analisis anova dua jalur diperoleh Fhitung adalah 0,009 dengan probabilitas 0,923 (p > 0,05) artinya ada interaksi antara model pembelajaran dengan pengetahuan biologi subjek penelitian. Kesimpulan hasil penelitian, bahwa Program Dunia Remajaku Seru dapat diajarkan dengan model pembelajaran kosntruktivistik. Pengetahuan biologi ikut berinteraksi dengan model pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang seks.

Jumat, 22 Agustus 2014

Arti Kurikulum 2013 bagi Guru TIK

Penyempurnaan KTSP 2006 melahirkan Kurikulum 2013 (Kurtilas) yang saat ini sudah menjurus ke arah kemandirian belajar siswa. Meskipun mash banyak kontroversi di kalangan guru, namun implementasinya sudah dilakukan secara serentak untuk seluruh sekolah, mulai SD hingga SMA/MA. Ini 'memaksa' guru untuk lebih m)empersiapkan atau mengupgrade pengetahuan hingga kreativitasnya agar tidak kalah dengan siswa/siswinya.
Ada suatu feomena menarik dari Kurtilas, yaitu diintegrasikannya Teknologi Informasi dan Komunikasi ke dalam seluruh mapel pelajaran.Hal ini menuntut guru untuk lebih ekstra belajar. Dengan diintegrasikannya TIKke seluruh mapel, mengakibatkan Mapel TIK seperti kehilangan powernya, karena mapel TIK sendiri dihilangkan dan diganti (katanya) dengan prakarya yang secara alami justru (menurut pendapat penulis) membawa dunia pendidikan di Indonesia mundur ke era tahun 1984. Mengapa demikian? Penulis sendiri padatahun tersebut menimba ilmu di SMP dan di SMP tersebut penulis pernah mendapatkan pelajaran Keterampilan Jasa yang mewajibkan muridnya membuat berbagai prakarya dengan barang bekas hingga dapat digunakan sebagai barang siap pakai. Seperti membuat kap lampu dari triplek, membuat sulaman dinding, Membuat asbak rokok dari bubur kertas, tanah liat, kayu, dan triplek. Tahun 1987 penulis masuk ke SMA dan di kelas 1, mendapatkan pelajaran elektronika dimana penulis diwajibkan membuat rangkaian listrik dengan papan PCB hingga membentuk rangkaian lampu flip flop, membuat radio sederhana, dan lain sebagainya. Namun di SMA itulah penulis mendapatkan satu pelajaran baru yaitu komputer. Ketika itu semuanya menjadi tertarik dengan komputer meskipun hanya sebatas BASIC. Kini semua sudah berbasis TIK, maka guru TIK resah akan eksistensinya di sekolah. Kenapa? anda bisa menebak sendiri. Dari hal tersebut mencullah kelompok guru yang peduli TIK hingga membentuk AGTIKNAS (Asosiasi Guru TIK/KKPI Nasional). AGTIKNAS akhirnya berhasil 'memekasa' Kemdikbud untuk tetap mempertahankan TIK di sekolah, dan lahirnya Permendikbud nomor 68 Tahun 2014 tentang Peran Guru TIK dalam Implementasi Kurikulum 2013. Namun permen tersebut hanya menjadi obat sesaat bagi guru TIK, karena guru TIK yang berlatar belakang non TIK yang telah puluhan tahun mengabdi mencerdaskan anak bangsa dalam bidang TIK justru secara perlahan-lahan akan di 'binasakan' secara halus (silahkan baca Permendikbud nomor 68 tahun 2014, pasal 8) kEMENDIKBUD SENDIRI SEOLAH TIDAK PEDULI DENGAN KEGALAUAN GURU TIK DENGAN DIIMPLEMENTASIKANNYA KURTILAS. Tetap kukuh dengan pendapat(an)nya dengan membuat kurtilas. Kini nasib hampir 9000 guru TIK se Indonesia seperti di ujung tanduk. AGTIKNAS tidak diam saja, setelah berhasil mewujudkan lahirnya Permendikbud nomor 68 tahun 2014, kini AGTIKNAS berupaya untuk mengembalikan lagi Mapel TIK ke dalam Kurtilas.
Semoga apa yang akan diperjuangkan AGTIKNAS membuahkan hasil dan linearitas tidak menjadi masalah. Semoga.

Selasa, 17 Juni 2014

Prinsip Kurikulum 2013

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki: 1)spiritual keagamaan, 2) pengendalian diri, 3) kepribadian, 4) kecerdasan emosi, 5) Akhlak mulia, dan 6) mampu mengekplorasi potensi yang ada dalam dirinya. Proses pembelajaran menurut PP no. 19 Tahun 2005 menyatakan Proses pembelajaran diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terasa hidup, memotivasi, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan. Model pendidikan yang mampu mengembangkan potensi anak dijabarkan dalam pola pendidikan dan strategi pembelajaran yang meliputi : Pengenalan, Pengalaman, Penemuan, Pengertian, dan Pengamalan. Perubahan Kurikulum dari KTSP menjadi Kurikulum 2013 mengakibatkan perubahan pola pembelajaran yang semula menekankan pada spek kognitif, sekarang menitikberatkan pada aspek afektif dan psikomotor. Hal ini juga ternyata berpengaruh juga pada perubahan yang lainnya seperti:
Tujuan pembelajaran dari menguasai ilmu saat ini siswa dituntut menemukan ilmu, Proses pembelajaran dari Teacher Centered menjadi pupil centered, Pertanyaan, dari Apa, Siapa, Dimana, bagaimana menjadi Bagaimana kalau, Proses berfikir dari Menghafal, mengetahui, mengerti menjadi Kreatif, Inovatif, Imajinatif. Evaluasi belajar dari soal pilihan ganda sekarang dituntut untuk dijadikan essay. Perubahan ini tentu harus diikuti bukan didiamkan. Untuk mendahului perubahan, kita ditantang oleh orang yang mendahuli kita. Ada dua macam orang yang berada di depan kita : 1. Orang yang berangkat lebih dulu 2. Orang yang bergerak lebih cepat. Ini bukan kompetisi, namun Pemenang yang sesungguhnya adalah mereka yang memegang teknologi pesan-pesan terintegrasi melalui media yang berbeda. Arti dari semua paparan diatas bahwa, Kurikulum 2013 mengamanatkan semua guru memiliki kompetensi dalam bidang TIK.

Rabu, 26 Maret 2014

Wajah Pendidikan Indonesia

BILA ditanyakan kepada anak “Apa pengalaman terindah dan menyenangkan pada masa sekolah?” Dengan jujur dan polos mereka menjawab, “Waktu istirahat, ketika guru berhalangan hadir dan saat lonceng pulang berbunyi.” Kala itu mereka memperoleh kemerdekaan, terbebas dari penjara. Artinya, pendidikan di Indonesia belum berpihak pada anak. Masih cenderung merupakan beban bukan sebagai wadah dan perkembangan jiwa. Rasa keterpaksaan, ikut-ikutan lebih dominan ketimbang hasrat yang muncul dari nurani. Semestinya proses pembelajaran bisa mengembangkan potensi anak didik secara optimal, tetapi realita membuktikan sebaliknya, mental ke belakang. Setiap tahun semakin banyak anak lulus sekolah, semakin menambah panjang mata rantai antrian pengangguran. Penyandang ijazah SLTA, S1 bahkan S2 kian menumpuk. Belum lagi dalam proses perjalanan pendidikan ada yang stress. Sebagai pelampiasan hasrat mereka bolos sekolah, tawuran, mabuk menegak alcohol, mengkonsumsi narkoba bahkan bunuh diri. Perilaku penyimpangan ini tentu tidak dikehendaki oleh siapapun. Sudah masanya pendidikan dikembalikan menjadi miliknya anak-anak. Ini memang hak mereka. Pengertian pendidikan harus dipandang secara utuh bukan hanya pintar di sekolah, lalu lulus ujian, bukan sebatas itu makna dari pendidikan. Sekarang banyak anak nilainya bagus-bagus, IQ-nya tinggi tapi tidak punya sopan santun. Harus diakui ini juga adalah kegagalan pendidikan. Kalau anak sudah bergumam “Asyiknya sekolah di sini, saya bisa belajar banyak, berekspresi, bisa mengerti, enjoy,” itu artinya pendidikan sudah berlangsung baik. Dan momen seperti inilah yang dinanti-nantikan. Tidak mudah memang untuk berangkat ke sana. Hal utama yang harus diperhatikan adalah program atau kurikulum sekolah, kualitas guru-gurunya, proses belajarnya, sarana dan prasarana yang layak. Bisa saja kurikulumnya baik, materinya bagus tetapi sarana dan prasarananya yang kurang, atau sebaliknya. Empat komponen ini memegang andil besar untuk menuju kesuksesan dunia pendidikan. Zaman sekarang pembelajaran dituntut harus aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan dan berbobot, didukung sarana dan prasarana yang layak tadi. Terakhir evaluasi. Evaluasi bukan sekedar potret sesaat, tetapi harus memadukan semua unsur. Bukan sekedar evaluasi yang cuma sehari, nilai baik, tanpa mempertimbangkan proses panjangnya, pembekalan pada diri anak untuk melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tanpa tertekan, tanpa beban, tanpa kesulitan tetapi mudah penyesuaian. Dan siap terjun ke dunia kerja. Kita patut berterima kasih atas etikad baik pemerintah dengan adanya Direktorat Pendidikan Kesetaraan di bawah Direktorat Jendral Nonformal dan Informal atau BFI (Badan Formal dan Informal) yang merupakan apresiasi pemerintah untuk dunia pendidikan. Seperti adanya sepeda motor keliling, mobil keliling, atau perahu keliling, itu menandakan pemerintah concern dengan pendidikan informal seperti homeschooling. Hadirnya undang-undang sistem pendidikan dan program-program pemerintah tersebut pada dasarnya sudah cukup bagus, tapi semua itu harus dilakukan dengan lebih fleksibel, kreatif, dan tidak kaku. Contoh saat ini yang sering menjadi polemik mengenai ujian nasional. Sesungguhnya semua pihak yang berkepentingan, mempunyai hak untuk tunjuk tangan, mempunyai hak untuk bersuara, tidak hanya DEPDIKNAS tetapi juga Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang beranggotakan guru, orangtua murid, siswa (OSIS). Dengan adanya kesepakatan bersama tentu akan menemukan solusi terbaik. Dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional dicantumkan, pendidikan bisa ditempuh melalui tiga jalur, formal, nonformal, dan informal. Sekolah nonformal seperti les, kursus dan sebagainya diakui oleh UU SISDIKNAS di pasal 26. Sekolah informal, pendidikan yang dilakukan oleh keluarga sendiri, diakui oleh UU SISDIKNAS pada pasal 27. Sekolah nonformal dan informal yang kemudian lebih dikenal homeschooling dengan pengertian yang resmi. Bisa tunggal yaitu keluarga mendidik anaknya sendiri. Asal memberi tahu pada Dinas Pendidikan setempat kalau anaknya tidak sekolah di sekolah formal karena ingin dididik sendiri, itu boleh. Tentunya harus mengacu pada standar isi dan standar kompetensi. Standar isi jelas ada lima kurikulumnya terdiri estetika, etika, iptek, kewarganegaraan serta pendidikan jasmani dan kesehatan. Kompetensinya pun sudah ditetapkan sebagai kompetensi minimal supaya ada standar. Misalnya kompetensi untuk anak SD kelas satu semester satu minimal bisa menghitung sampai angka dua puluh. Entah itu di Papua, Jambi, Jakarta, atau Surabaya, minimal itu. Jika bisa lebih silahkan tapi paling tidak ada standar minimalnya. Itu namanya standar kompetensi kelulusan. Makanya sekarang kurikulumnya bernama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Kemudian homeschooling majemuk itu kalau beberapa keluarga berhimpun dengan keluarga lain yang mengajarnya bisa bergantian. Dan yang ketiga komunitas homeschooling berlembaga, menjadi homeschooling majemuk dan akhirnya terbentuk komunitas. Kalau saja pemerintah mau, bijak dan serius menjalankan amanah UUD NRI 1945 yang suci ini maka pendidikan di Indonesia akan maju dan bermartabat. Kita tidak dipandang sebelah mata oleh negara luar yang pendidikan sudah modern. Ingat! Tidak ada bibit unggul akan menjadi bunga yang mekar kalau tidak ditanam dengan tanah yang subur. Tanah yang subur ini adalah pendidikan pada anak-anak kita. Jadi kalau pendidikan tidak merupakan tanah yang subur seperti di negeri ini, hari ini, maka jangan salahkan Indonesia akan terus terperosok karena anak-anak yang sebetulnya bibit unggul dan cemerlang itu ibarat ditanam di tanah yang gersang dan tandus. Ini wajah pendidikan indonesia dengan KTSP. Bagaimana raut wajah pendidikan Indonesia dengan Kurikulum 2013 besok?